MARYAM HANIFAH, 2017.03.0755 (2023) PERWALIAN ANAK PEREMPUAN HASIL ZINA DALAM PERNIKAHAN (STUDI PERBANDINGAN ANTARA MAZHAB HANAFI DAN PERATURAN PERUNDANGAN DI INDONESIA). PERWALIAN ANAK PEREMPUAN HASIL ZINA DALAM PERNIKAHAN (STUDI PERBANDINGAN ANTARA MAZHAB HANAFI DAN PERATURAN PERUNDANGAN DI INDONESIA).
Maryam Hanifah.pdf
Restricted to Registered users only
Download (1MB)
Abstrak
Salah satu sunnah Allah Ta‟ala Yang Mulia dalam penciptaan manusia adalah
pernikahan, karena ketika Allah Ta‟ala menciptakan manusia, Allah tidak menjadikannya
seperti hewan melata yang liar, bahkan Allah Ta‟ala memuliakan manusia dengan
menetapkan ketentuan yang akan memenuhi kebahagiaan dan kesenangannya, selalu menjaga
kemuliaannya, dan itu akan terealisasi dengan pernikahan sesuai syari‟at yang akan mengikat
antara laki-laki dan perempuan dengan ikatan yang mulia. Sunnah ini adalah sebuah ikatan
yang melegalkan hubungan lebih dalam antara laki – laki dan perempuan diatas ketentuan
yang telah Allah Ta‟ala syari‟atkan. Pernikahan adalah sesuatu yang sangat penting, demikian
juga unsur-unsur yang ada dalamnya, seperti tentang perwalian dalam pernikahan. Karena
perwalian merupakan unsur yang akan menjaga hak-hak perempuan, memuliakannya, dan
menjaganya dari laki-laki asing yang tidak memiliki ikatan syari‟at atas perempuan tersebut.
Diantara para ulama dan ahli hukum yakni hanafi dan peraturan di indonesia, mereka berbeda
pandangan dalam pengaturan tentang persyaratan wali pernikahan, dan mereka termasuk yang
terkenal dalam masalah fiqih. Maka dari itu penulis melihat bagaimana penjelasan tentang
siapa yang berhak menjadi wali dari anak perempuan hasil zina tersebut menurut Mazhab
Hanafi dan peraturan perundangan di Indonesia. Karena keduanya memiliki ketentuan khusus
yang berbeda dalam masalah anak perempuan hasil zina, seperti perwaliannya, garis
keturunannya dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, perwalian anak
perempuan hasil zina dalam pernikahannya menurut hanafi yang menjadi walinya adalah al
„ashobah (ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan, tetapi bisa mendapat semua harta atau
sisa harta, setelah harta dibagi kepada ahli waris dzawil furudh) dari pihak ibu karena dia
dinasabkan kepada ibunya bukan dari ayahnya. Adapun ketika tidak adanya „ashobah bagi
anak yang masih dibawah umur, maka dapat digantikan kepada saudaranya yang satu rahim
yang laki-laki, kemudian pemimpin atau hakim. Jika anak perempuan tersebut telah dewasa,
maka dia dapat menikahkan dirinya tanpa disertai wali. Adapun menurut peraturan di
Indonesia wali untuk anak perempuan hasil zina adalah hakim di tempat daerahnya tinggal
Kata Kunci : Wali Nikah; Anak Perempuan Hasil Zina; Hukum; Mazhab Hanafi; Peraturan
Indonesia.
Item Type: | Article |
---|---|
Subjects: | 297.4 Fikih > 297.43 Hukum Perkawinan (Munakahat) 297.5 Akhlak dan Tasawuf > 297.51 Akhlak |
Divisions: | Prodi Hukum Keluarga Islam |
Depositing User: | Aprida Nasution |
Date Deposited: | 21 Feb 2024 03:11 |
Last Modified: | 21 Feb 2024 03:11 |
URI: | http://repository.stdiis.net/id/eprint/515 |