Perjanjian Tidak Dipoligami Dalam Pernikahan Menurut Mazhab Syafi'i dan Hukum Positif di Indonesia

Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang perjanjian pernikahan khususnya perjanjian tidak
dipoligami menurut Mazhab Syafii dan hukum positif di Indonesia. Pernikahan juga merupakan cara
agar manusia bisa menyalurkan syahwat biologisnya dari jalur yang sesuai dengan syariat islam. Di
dalam pernikahan itu sendiri Allah juga mengatur tentang syariat poligami yaitu seorang laki-laki
boleh menikahi istri dengan batasan maksimal 4 orang. Namun pada kenyataannya tidak semua
wanita atau istri ingin dipoligami sehingga mereka mengambil tindakan pencegahan membuat
perjanjian pernikahan sebelum melaksanakan akad agar tidak dipoligami. Metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode kajian
pustaka, sehingga sumber data yang digunakan bersumber dari dokumen-dokumen yang relevan.
Hasil dari penelitian ini perjanjian pernikahan yang berupa calon istri tidak mau dipoligami oleh
calon suami, ketika pernikahan sudah berlangsung, maka para ulama dalam Mazhab Syafii
menganggap perjanjian tersebut tidak sah meskipun pernikahannya sah dengan konsekuensi batalnya mahar yang sudah ditentukan sebelum akad dan sang istri hanya mendapatkan mahar
mitsl,
sedangkan dalam hukum positif di Indonesia perjanjian tersebut boleh, selama perjanjian tersebut
disepakati oleh kedua belah pihak baik pihak laki-laki (calon suami) maupun pihak wanita (calon
isteri) dan tidak merugikan pihak ketiga. Namun apabila setelah berlangsungnya pernikahan
perjanjian tersebut dilanggar, maka sang istri berhak mengajukan pembatalan pernikahan atau
menjadikannya sebagai alasan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama.